Senin, 02 Maret 2020

TIDAK TAKUT BERTANYA


SAMBUNGAN CERITA IG (Instagram) @dr.sdianw
TIDAK TAKUT BERTANYA

Cerita sebelumnya silakan lihat di Instagram ya..





Dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari saya berdiri terlihat dengan jelas jumlah anak kelas 1 dan 2 yang mengacungkan jarinya untuk mengajukan pertanyaan, mungkin hampir lebih dari sepertiga anak yang hadir mengacungkan tangan.

Jelas sekali mereka memperlihatkan rasa ingin bertanya dari dalam diri mereka sendiri tanpa suruhan atau dorongan pihak lain. Beberapa anak bahkan ada yang sampai mengacungkan jari dengan berdiri dan sedikit melakukan lompatan-lompatan kecil seolah mengisyaratkan – aku, tolong pilih aku, aku ingin bertanya-.

Akhirnya terpilihlah satu anak dan moderator bertanya, „Sagst du mal, wie du heisst und was ist deine Frage?“ (Silakan, siapa namamu dan apa pertanyaanmu?).

Sang anak dengan santai namun berbinar menjawab, „Ich bin Katarina, und meine Frage ist.. umm..“ sedikit bergumam atau mungkin berfikir memilih kata yang tepat. „Es ist viel Spaß eine Autorin zu werden?“ (Apakah menyenangkan menjadi seorang penulis?).

Wah.. pertanyaan yang tak kusangka dapat keluar dari mulut seorang anak kelas 1 SD. Kuingat kala itu kelas 1 saya masih gemar berlari kesana-kemari dan bahkan belum memikirkan apakah pekerjaan itu menyenangkan atau tidak. Dari kecil saya hanya ingat ingin menjadi dokter karena dapat menolong orang, namun juga tidak berusaha mencari tahu bagaimana menjadi dokter itu apakah menyenangkan atau tidak.

Sang penulis menjawab dengan antusias, tampak senyum terkembang di bibirnya saat dia menjawab, „Als Autorin zu werden ist bei mir viel Spaß, viel Spaß wenn viele Leute unsere Bücher lieben, und die Leute viele Vorteilen von unsere Bücher leisten kann, aber manchmal fühle ich ein bisschen kein Spaß wenn... zum Beispiel, unsere Bücher kann noch nicht erfolgreich veröffentlicht werden, weil muss man noch wieder hier und hier editieren lassen, und noch richtig zu machen. Oder die Bücher schon wurde veröffentlicht, aber die Leute mag es nicht so. Aber... Im Prinzip, ich mache was ich mag, was ich liebe, damit im Laufe die Zeit, Leute wird es finden, dass wir sind gute Autorin, und danach kann man unsere Werke geniessen, mag es und liebe es.“

(Menjadi penulis bagi saya sangat menyenangkan, menyenangkan jika banyak orang mencintai buku kita, dan dapat mengambil manfaat dari buku yang kita buat, tapi kadangkala saya juga merasa kurang senang jika... contohnya, buku-buku kita belum dapat diterbitkan, karena buku kita harus menjalani proses editing disana-sini, dan kemudian kita harus membenarkannya. Atau saat buku kita sudah berhasil diterbitkan, namun orang-orang tidak begitu menyukainya. Tapi.. pada prinsipnya, saya melakukan apa yang saya sukai, apa yang saya cintai, karena itu seiring waktu, orang akan menemukan, bahwa kita adalah penulis yang baik, dan kemudian orang dapat menikmati karya kita dan akhirnya menyukai dan mencintainya.)

Kulihat anak yang bertanya mengangguk sembari menatap teman di sebelahnya dengan tatapan gembira. Yang ada dalam pikiranku saat itu, apakah kedua anak ini bercita-cita menjadi seorang penulis dan dia seperti baru saja mendapatkan permata dari jawaban sang penulis. Moderator kembali memilih satu anak dan muncullah pertanyaan kedua.
“Ich bin Juno. Haben Sie immer eine Idee in Ihrem Kopf zum screiben?“ (Apakah anda selau memiliki ide di dalam kepala anda untuk menulis?)

Sang penulis tersenyum simpul kembali dan kemudian menjawab. Batinku berkata dalam hitungan detik sebelum sang penulis membuka mulutnya, „Wah, pertanyaan dari anak kelas 1 ini?“„Ja ich habe nicht jede Zeit bestimmt eine Idee im meinem Kopf, aber ich versuche, um zu schreiben, alles was interessiert darauf im jeden Tag von meinem Leben. Und danach meisten bekomme ich auch ne Idee zum meinem Werk.“

(Ya saya tentunya tidak setiap saat memiliki ide di kepala saya, tapi saya mencoba untuk menuliskan apa yang membuat saya tertarik di setiap hari di kehidupan saya. Dan akhirnya dari situ saya biasanya mendapatkan ide untuk karya saya.)

Sebenarnya ingin saya lebih lama berada disitu untuk ikut mendengar lebih lanjut, namun apa daya, karena anak bungsu saya yang berumur 2,5 tahun tidak tenang dan agak sedikit berteriak-teriak lalu seorang petugas mendekati saya dan mempersilakan saya untuk membaca dan mengajak anak saya ke bagian yang berseberangan dari tempat launching buku diadakan.

Dari dua pertanyaan yang muncul tadi dan antusiasme yang diperlihatkan anak-anak berusia 7 sampai 8 tahunan tadi membuat saya berfikir. Apa yang membuat mereka suka dan rajin bertanya di usia yang masih sangat belia? Ditambah dengan bagaimana bisa pertanyaan mereka begitu berbobot dan mengena? Apakah mereka memang bercita-cita menjadi seorang penulis?

Saya ingat saat saya kelas 1 SD belum pernah saya mengikuti launching buku seperti ini, baru kemudian di usia SMP saya beberapa kali kedatangan penulis yang melakukan bedah buku di SMP saya. Pun waktu itu yang bertanya kepada penulis tidak sampai sepertiga dari anak yang datang. Bahkan di kelas pun jika ada pelajaran dari guru, dan dibuka sesi pertanyaan di akhir waktu, tak jarang anak yang banyak bertanya dan memberikan pertanyaan kepada guru sering diejek teman karena membuat waktu pulang atau istirahat lebih lama. Sesi pertanyaan bukanlah sesi yang menyenangkan bagi kebanyakan siswa di jaman saya.

Dari pengalaman ini saya tiba-tiba teringat, fitrah seorang anak memang Allah bekali dengan kemampuan dan keingintahuannya yang luar biasa, tidak takut salah dalam mencoba sesuatu bahkan yang membahayakan dirinya. Coba saja seorang anak jika mengamati sesuatu maka akan dia kejar sampai kemanapun, melihat kepik atau kupu-kupu, dia bisa saja mengejarnya tanpa memperdulikan ada sepeda yang melintas di depannya.

Begitu juga dengan fitrah anak yang banyak bertanya, mulai dari menanyakan hal yang sangat sepele saat dia baru saja bisa berbicara, „Itu apa mi? Ini apa mi? Apa itu ya? Kenapa begini mi? Kenapa begitu mi?“, sampai akhirnya kita kewalahan karena setiap detik terlontar pertanyaan yang serupa, dan kita tercetus, „Aduuh deek, kamu ini cerewet banged sih apa-apa ko ditanyain? Diem dulu bisa ga?“

Mungkin kita harus mengubah cara kita merespon fitrah kebaikan anak-anak kita, supaya modal kebaikan, keberanian dan kemampuan untuk berfikir kritis tersebut tidak tumpul atau menjadi redup seiring berjalannya waktu.

Ajak anak kita lebih sering berdiskusi. Tanyakan setiap hari bagaimana kegiatannya, dan adakah kesulitan yang dialami, apakah anak memiliki pertanyaan yang dia belum bisa jawab atau dapatkan jawabannya. Berbinarlah saat anak kita banyak bertanya kepada kita karena jika anak merasa kita dapat menjawab keresahannya dengan baik, kita akan menjadi sahabat seumur hidup bagi anak kita. Hindari kata-kata yang judgemental atau menghakimi, dengarkan anak lebih banyak dan berikanlah nasehat dengan cara yang menyenangkan.

Dari sedikit pengalaman diatas, tampaknya budaya bertanya telah berhasil ditanamkan oleh pendidik anak-anak di Jerman. Dari mereka kita bisa belajar bahwa kita harus terus bertanya, karena bertanya itu adalah awal dari proses berfikir. Proses terbentuknya 
pertanyaan merupakan proses dari evaluasi apa saja yang telah kita ketahui dan sisi mana bagian yang kita belum fahami. 

Bertanya bukanlah hal yang mudah, karena membangun sebuah kalimat tanya bagi anak-anak, dengan otak yang masih berkembang, merupakan suatu hal yang rumit. Namun dari pertanyaan yang simpel lama kelamaan akan menghantarkan mereka untuk memformulasikan pertanyaan yang lebih kompleks.

Namun kita juga harus mengajarkan kepada anak-anak kita adab bertanya yang baik. Pertanyaan haruslah diajukan dengan tata bahasa yang baik, karena ADAB adalah dasar sebelum AKAL.
Dalam Q.S. An Nahl (16:43) dinyatakan bahwa, „... Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.“

Adab lain yang harus kita ajarkan kepada anak adalah dengan tidak mengadu domba (namimah) terhadap guru atau ulama. Contoh pertanyaan yang tidak boleh dilakukan adalah janganlah engkau mengatakan, „Ustadz atau Ibu Guru, fulan berkata begini dan begitu...“.

Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih dalam kitabnya Syarh Hilyah Thaalibil Ilmi menuturkan bahwa, jika memang konfirmasi kebenaran suatu hal perlu dilakukan maka jelaskanlah dalam bentuk pertanyaan, katakanlah, „ Apa pendapat anda tentang fatwa atau ilmu semacam ini?“, dan janganlah engkau sebutkan namanya. Kita juga harus menghormati guru atau orang yang kita tanya, mendengarkan dan memahami jawaban dengan baik.

Yang terpenting ADAB yang harus kita ajarkan kepada anak kita adalah bertanyalah sesuatu yang memang tidak atau kurang kau ketahui, bukan memberikan pertanyaan untuk membantah, mengetes atau bahkan dengan tujuan mempermalukan orang yang kita tanya di depan umum.

Selamat membangun budaya bertanya yang baik pada anak kita ya bunda…😊

Best Regards, 
Admin Mama Waras
Seorang Mami, Pendidik, dan Dokter Umum



Minggu, 16 Februari 2020

Haruskah Mama Selalu Waras?

Hai para mama.. yang bukan mama juga hai..

Postingan pertama ini terinspirasi dari banyaknya fenomena tentang mama yang harus tetap waras ditengah semua hal yang mengguncang kewarasan yang dihadapi setiap hari yang mungkin tidak terfikirkan oleh banyak orang.
Bener ga sih menjadi mama, ibu, bunda, mbokdhe itu harus bisa SELALU tetap WARAS??
Mosok syih??

Lha kalau suatu ketika kita meras kurang atau sedang dalam kondisi yang tidak waras, apakah itu salah? Woh jelas tidak ma.. emange mama ki malaikat po?
Yang selalu bisa sehat lahir, batin luar dalam joss gandhoss?

Tau ga ma bahwa sebetulnya, pengenalan terhadap diri kita sendiri adalah KOENTJI..
Jadi gapapa banged lho kalau terkadang kita itu merasa kurang waras..
Misalnya : DOWN karena anak GTW yang tak kunjung mau makan secuil makananpun, atau KECEWA karena suami dikode tak kunjung ngeh tapi kita gak mungkin juga ngomong langsung, atau SEDIH karena sudah DIET ini itu kok ya badan masih bulet aja...

Semua itu WAJAR dan NORMAL. Justru dengan kita mengenali setiap emosi yang kita alami kita lebih AWARE dan PERHATIAN terhadap sesuatu di diri kita, dan kita dapat mengidentifikasi KAPAN kita butuh BANTUAN orang lain dan BAGAIMANA cara kita mendapatkan bantuan yang TEPAT.
Dm menyambut pagi kepada diri kita di depan kaca :

WARAS a MA? (Waras kan ma?)

Dan kemudian tersenyumlah untuk menyambut hari yang akan kita lewati.

(Kalau hari gak mau dilewati yaudah suruh pulang aja dicari bapak ibunya.)

Best Regards,
Admin Mama Waras
Seorang Dokter Umum